Rabu, 15 Desember 2010

BAB I PENGERTIAN, SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA KAWI


Bab pertama dari Mata Kuliah Bahasa Kawi I meliputi pembahasan : Pengertian, Sejarah, dan Fungsi Bahasa Kawi. Pada Bab ini difokuskan pda pemahaman tentang pengertian Bahasa Kawi, Sejarah Bahasa Kawi, Kedudukan Bahasa Kawi dan Fungsi Bahasa Kawi.


KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, sejarah, kedudukan dan fungsi Bahasa Kawi dengan benar.

INDIKATOR
1.  Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Bahasa Kawi dengan Benar
2.  Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah Bahasa Kawi dengan benar
3.  Mahasiswa mampu menjelaskan kedudukan Bahasa Kawi dengan benar.
4.  Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi bahasa Kawi dengan benar.

URAIAN MATERI


1.1     Pengertian Bahasa Kawi (Bahasa Jawa Kuna)


Bahasa-bahasa di dunia digolongkan berdasarkan kesamaan yang dimilikinya. Dasar penggolongan itu bermacam-macam salah satunya adalah penggolongan bahasa berdasarkan penggolongan genealogi yaitu pembagian yang didasarkan atas asal usul dan sejarah perkembangan yang sama. Berdasarkan penggolongan genealogi ada bermacam-macam rumpun bahasa yaitu;
1.         Rumpun Indo Eropa: bahasa-bahasa Gerrnan,   Keltik,   Baltik,   Slavia, Albania, Roman,Yunani,         Armenia, Indo - Iran..
2.  Rumpun Semito Hamit: yang terdiri dari bahasa-bahasa Semit dan Hamit.
3.    Rumpun Fino Ugria.
4.    Rumpun Urai Altali.
5.    Rumpun Sino - Tibet.
6.    Rumpun Austria yang terdiri dari:
a.  Bahasa-bahasa Austro -Asia yaitu bahasa-bahasa yang terdapat di daratan
Asia Tenggara misalnya : Bahasa-bahasa Khasi, Nikobar, Mon, Khmer,
Munda, Tsyam, Palaung-Wa, Annam -Moung, dan Semang-Sakai.
    b.  Bahasa- bahasa Austronesia: dibagi lagi atas dua bahagian yaitu:
(1)    Bahasa-bahasa Indonesia (Nusantara) meliputi bahasa-bahasa Malagasi, Formosa, bahasa-bahasa di Kepulauan Filipina, Bahasa Melayu, Jawa Bali, Batak, Dayak, Sika, Solor dll.
(2)    Bahasa-bahasa Oceania yang meliputi bahasa-bahasa: Melanesia (New Caledonia, Hibrid, Fiji, Salomon dan Santa Cruz). Polinesia (Maori, Hawai, Tahiti dll).

7.      Bahasa-Bahasa lain di Asia dan Oceania yang tidak termasuk salah satu rumpun di atas      misalnya:   bahasa-bahasa Man, Dravida, bahasa Austria, dan Andaman.
8.      Rumpun bahasa Bantu
9.      Rumpun bahasa-bahasa Sudan.

10.   Bahasa-bahasa Koisan: bahasa-bahasa bangsa kerdil di Afrika.
11.   Bahasa-bahasa Amerika Utara antara lain: Algonkin, Irokes, Penutia, Sioux, Uto-Aztek, Athabascan dan lain-lain.
12.   Bahasa-bahasa Amerika tengah: Maya, Otomi, Mixe-Zoke.
13.   Bahasa-bahasa Amerika Selatan: Arawak, Kairibi, Tupi-Guarani dll

          Bahasa Jawa Kuno termasuk rumpun bahasa Nusantara yaitu sub- bagian dari Bahasa-bahasa Austronesia. Zoutmulder (1985: 8) mengatakan di antara bahasa-bahasa nusantara itu yang secara kasar meliputi 250 macam bahasa, terdapat beberapa yang kesusastraannya sangat membanggakan seperti bahasa Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau, Sunda, Bugis dan Bali. Diantara bahasa-bahasa itu bahasa Jawa mempunyai kedudukan yang istimewa, karena karya-karya sastranya berasal dari abad ke-9 dan ke-10.

           Bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi  tiga yaitu: Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Jawa Tengahan, dan Bahasa  Baru/ Modern. Istilah Bahasa Jawa Kuno digunakan untuk menyebut Bahasa Jawa yang paling kuna atau tua. Prof. Dr. P.J. Zoetmulder (1985:: 35) mengatakan bahwa bahasa Jawa Kuno merupakan bahasa umum selama periode Hindu Jawa sampai runtuhnya Majapahit. Berdasarkan perkiraan para ahli setelah runtuhnya Majapahit orang-orang Majapahit yang tidak mau menganut agama Islam menyingkir ke daerah pedalaman dan kearah Timur, dan ada sampai di Bali. Mereka pergi dengan membawa serta naskah-naskah keagamaan, sastra dan lain-lain. Perbauran antara bahasa Kawi dan Bali terjadi pada saat itu sehingga menimbulkan istilah Bahasa Kawi-Bali (Jawa Tengahan atau Bali Tengahan). Di Bali bahasa ini digunakan dalam naskah-naskah tutur, usada, babad, kidung. Semenjak kedatangan agama Islam  Bahasa Jawa Kuno berkembang menjadi dua arah yang berlainan yaitu bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Jawa Modern. Bahasa Jawa Tengahan memperlihatkan ciri yang erat antara budaya Hindu-Jawa Bali dimana pengaruh India masih tetap terasa. Karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa tengahan adalah Tantu Pagelaran, Calonarang, Tantri Kamandaka, Korawasrama, Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Babad Tanah Jawi dll. Bahasa Jawa Modern ditandai dengan frekuensi penggunaaan bahasa Arab yang menggeser kedudukan bahasa Sansekerta.
Bahasa Jawa Kuno disebut juga dengan istilah Bahasa Kawi. Kata kawi berasal dari kata kavya (Sansekerta) yang artinya puisi/ syair, sama dengan Kakawin. Pada mulanya kata kawi ( India) berarti seorang yang mempunyai pengertian luar biasa, seorang yang bisa melihat hari depan, seorang yang bijak. Dalam sastra klasik berarti seorang penyair, pencipta atau pengarang (Zoutmulder, 1985: 119-120). Berdasarkan pengertian ini maka Bahasa Kawi berarti bahasanya pengarang, atau pujangga (bahasa ragam tulis yang merupakan bagian dari Bahasa Jawa Kuno.
Bahasa Kawi adalah merupakan Bahasa Jawa Kuna yang kata-katanya dipilih oleh para raja Kawi (pengarang) untuk kesusastraan. Jadi bahasa Kawi hanyalah sebagian saja dari bahasa Jawa Kuno. Karena itu lebih tepatlah bahwa yang dipergunakan dalam kesusastraan disebut Bahasa Kawi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pengertian Bahasa Kawi yaitu : Bahasa -Jawa Kuno ragam tulis yang dipergunakan oleh para kawi untuk menampung buah  pikirannya. Karya-karya tersebut sebagian besar adalah warisan Hindu Jawa dari abad ke 9 sampai abad ke 15.

1.2 Sejarah Bahasa Kawi



Sumber sejarah Bahasa Kawi terutama berdasarkan piagam-piagam dan prasasti lama. Sumber tertulis yang paling tua mengenai BahasaKawi (Jawa Kuno) ditemukan di Sukabumi, sehingga disebut Prasasti Sukabumi. Pada prasti itu terdapat penanggalan sebagai berikut: "Tahun 726 Saka, Bulan Caitra, hari kesebelas paro terang, hari Haryang, Wage, Saniscara...". Prof. Dr. P.J. Zoetmulder menyimpulkan berdasarkan prasasti tersebut, bahwa prasasti Sukabumi di tulis pada tanggal 25 Maret tahun 804 Masehi.
Prasasti Sukabumi merupakan piagam yang pertama memakai Bahasa Jawa Kuno (Kawi), dan sejak saat itu Bahasa Jawa Kuno dipakai dalam kebanyakan dokumen resmi. Berdasarkan hal itu maka Prasasti Sukabumi atau tanggal 25 Maret 804 dianggap sebagai tonggak yang mengawali sejarah Bahasa Jawa Kuno (Bahasa Kawi).
Bukti tertulis lainnya tentang sejarah Bahasa Kawi adalah berupa naskah Candakarana. Prof Dr. RMG Poerbatjaraka, dalam bukunya Kepustakaan Jawa menyimpulkan bahwa naskah yang tertua adalah Candakarana. Naskah ini berisi pengetahuan tentang bagaimana membuat Kakawin (Syair Jawa Kuna) dan daftar kata-kata Kawi (Kamus Kawi). Naskah ini disebut naskah tertua karena di dalamnya disebut-sebut seorang raja keturunan Syailendra yang mendirikan Candi Kalasan + tahun 700 Saka atau tahun 778 Masehi.


Prof. Dr. RMG. Poerbatjaraka mengelompokkan sastra Kawi berdasarkan gaya bahasa, tahun penulisan dan nama raja yang disebut-sebut menjadi 3 bagian yaitu  :
(1)     Naskah Jawa Kuna yang tergolong tua (abad 9-11)
Nskah ini terdiri dari prosa dan puisi.
a.    prosa:
         Candakaraóa
         Sang Hyang Kamahayanikan
         Brahmãódapurãóa
         Agastya Parwa
         Uttarakãóða
         Ãdiparwa
         Kunjarakaróa dll.
b.    Puisi:
      Kakawin Rãmãyaóa
        (2) Kitab-kitab Jawa Kuna yang bertembang (abad 11-13)
         Kakawin Arjunawiwãha
         Kakawin Kåûódyana
         Kakawin Gaþotkacãúraya
         Kakawin Sumanasãntaka
         Kakawin Smaradahana
         Kakawin Bhomakãwya
         Kakawin Bhãratayuddha
         Kakawin Hariwangúa
(3)      Kitab-kitab Jawa Kuna Yang Tergolong baru (abad 14 sampai runtuhnya
Majapahit).
         Kakawin Brahmãódapurãóa
         Kakawin Kunjarakaróa
         Kakawin Nãrakrþãgama
                      •         Kakawin Arjunawijaya
         Kakawin Sutasoma
         Kakawin Pãrthayajna
         Kakawin Nitiúãstra
         Kakawin Nirartha Prakerta
         Kakawin Dharmaúunya
         Kakawin Hariúraya

Wayan Simpen AB. dalam bukunya Riwayat Kesusastraan Jawa Kuna mengklasifikasikan kesusastraan Kawi atas lima bagian sebagai berikut:
(1) Zaman sebelum abad ke-9 (Zaman prasejarah sastra Kawi)
Kehidupan bersastra pada zaman sebelum abad ke-9 diduga zaman karya sastra Jawa Kuna lisan. Cerita-cerita diwariskan secara lisan
(2) Zaman Mataram
Zaman ini mulai abad ke 9 -10, yaitu zaman memerintahnya Mpu Sindok (tahun 925-962 Masehi), di Mataram sampai zaman Raja Dharwangsa Teguh (tahun 991-1007 Masehi). Pada masa ini lahir karya sastra prosa dan Kakawin Rãmãyana.
(3) Zaman Kediri
Dimulai dari bertahtanya raja Kediri Prabu Airlangga (1019- 1049) masehi sampai masa pemerintahan raja Kertanegara (1268- 1292) Masehi di Singasari. Karya sastra Kawi yang lahir pada masa ini adalah karya sastra yang tergolong bertembang.
(3) Zaman Majapahit I
Periode ini diawali sejak lahirnya kerajaan Majapahit (1239 Masehi) sampai kerajaan mencapai puncak keemasannya yaitu masa bertahtanya Hayam Wuruk (1350-1389 Masehi). Karya sastra Kawi yang lahir pada masa ini adalah Brahmãódapurãóa, Sutasoma, dan Pãrthayajna.
(5) Zaman Majapahit II
Zaman ini mulai dari bertahtanya Wikrama Wardana (1389-1482 Masehi) sampai runtuhnya kerajaan Majapahit (1518 Masehi). Karya-karya yang lahir pada periode ini antara lain: Kakawin Nitiúãstra, Nirartha Prakerta,
Dharmaúunya, Hariúraya.
Pada zaman peralihan (abad ke-16) disebut-sebut seorang pujangga keraton Majapahit yang gemar mengembara di pesisir pantai dan di gunung-gunung (nyagara -giri). Beliau adalah Dang Hyang Nirartha. Pada tahun 1489 Masehi beliau pindah ke Bali. Bekas-bekas pesanggrahan beliau kini menjadi tempat suci (pura ) di Bali yaitu : Pura Purancak, Rambut Siwi, Tanah Lot, Peti Tenget, Uluwatu, Nusa Dua, Sakenan, Masceti, Air Jeruk, Batu Klotok. Di tempat-tempat ini beliau menikmati keindahan, dan menciptakan karya sastra. Karya sastra beliau antara lain: Kidung Rasmi Sancaya, Edan Lalangon, Kakawin Anyang Nirartha, Kakawin Mayadanawantaka, Kakawin Nirarta Prakerta, Nitisastra, Dharma Sunya.
Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit Kesusastraan Kawi berkembang di Bali, yaitu pada zaman Kerajaan Gelgel dengan rajanya yang bertahta pada saat itu Raja Waturenggong. Di Bali sastra Kawi mendapat tempat istimewa di kalangan pecinta sastra. Mereka yang tergabung dalam sekaa Mabebasan atau sekaa Makakawin dan Pasantian dengan tekun membaca, memahami dan mengupas hasil sastra Kawi secara mendalam. Di samping itu mereka menciptakan karya-karya sastra baru yang bersumber dari karya-karya yang telah ada sebataudandengan tekun membaca, memahami dan mengupas hasil sastra Kawi secara mendalam. Di samping itu mereka menciptakan karya-karya sastra baru yang bersumber dari karya-karya yang telah adaebataudandengan tekun membaca, memahami dan mengupas hasil sastra Kawi secara mendalam. Di samping itu mereka menciptakan karya-karya sastra baru yang bersumber dari karya-karya yang telah adaelumnya. Sistem pendidikan tradisional ini dikenal dengan istilah malajah sambilang magending atau magending sambilang malajah. Ada Dua tokoh terkenal yang lahir dari sistem tradisional ini yaitu:
(1)   Ida Padanda Made Sidemen (Wafat th 1984) dengan karya sastranya antara lain: Purwadigama (Siwagama), Kakawin Gayadijaya (Kakawin Cantaka, Kakawin Candra Bherawa (Kakawin Dharmawijaya), Kakawin Singhalayangyala, Kakawin Kalpasanghara, Kidung Pisaca Harana, Geguritan Panitip, dll.
(2)   Ida Ketut Jelantik (wafat tanggal 18 -November 1961). Karya-karya beliau adalah; Geguritan lokika, Geguritan Sucita Subudi, Geguritan Bhagawadgita, Satua Men Tingkes, Sebuah Kitab Tattwa (Filsafat) yaitu Aji Sangkya. Kitab ini merupakan ringkasan dari ajaran Siwa Tattwa yang tertuang dalam lontar-lontar yang tersimpan di Bali

1.2.1 Pengaruh Bahasa Sansekerta Terhadap Bahasa Kawi


Bahasa Kawi termasuk rumpun bahasa-bahasa Nusantara dan merupakan sub bagian dari kelompok Linguistis Austronesia. Bahasa ini banyak menyerap kosa kata bahasa Sansekerta. Perbandingan jumlah kosa kata Sansekerta yang diserap oleh bahasa Kawi diungkapkan oleh Juynboll dalam bukunya Woordenlijst sebagai berikut: 6790 Buah bahasa Sansekerta, 6925 Buah bahasa Kawi J. Gonda mengatakan bahwa puisi Jawa Kuna yang disusun dalam bentuk Kakawin mengandung + 25% sampai 30% kata-kata Sansekerta. Ada dua sifat khas bahasa Kawi:
(1)   Perbendaharaan Bahasa Kawi amat diperkaya oleh Bahasa Sansekerta;
(2)   Walaupun ada pengaruh besar dari bahasa Sansekerta yang secara linguistis termasuk rumpun bahasa yang lain sama sekali, tetapi bahasa Kawi tetap mempertahankar/tn identitasnya sebagai salah satu bahasa Nusantara.

(a) Pengaruh Formal


Pengaruh formal adalah pengaruh Bahasa Sansekerta secara langsung yaitu diangkatnya kata-kata Sansekerta ke dalam Bahasa Kawi. Adanya kata serapan dari Bahasa Sansekerta dalam Bahasa Kawi dapat dilihat dalam Kamus Kawi -Indonesia (Wojowasito). Dalam Kamus tersebut kata-kata yang berasal dari Bahasa Sansekerta ditandai dengan huruf (S) dibelakang kata.
Contoh:
abdhi, S. Lautan
acchabbala, S. Beruang
acintya, S. tak terbayangkan
adri, S. gunung
bahni, S. api
dewī, S. dewi; putri raja; kekasih; istri
dhana, S. uang; pajak; harta,
karuni, S. belas kasihan
nãra, S. Air.
priyã, S. kekasih; istri, dll
satwika, S. Jujur
soma, S. Senin
stuti, S. Pujian
sura, S. Dewa
surã, S . minuman keras
sürya, S. Matahari
swarga, S. Sorga
tanaya, S. Putra
tåóa, S. Rumput
upawãsa, S. Berpuasa
wana, S. hutan
Kata-kata Sansekerta yang masuk ke dalam Bahasa Kawi berupa:
(1)   Kata Benda dan Kata Sifat dalam bentuk Lingga (bentuk dasar, belum
dideklinasikan)
Contoh:
aga, S. Gunung
asita, S. Hitam
atmaja, S. Anak
ãrjawa, S. jujur, baik hati
bhasma, S. Abu
candrika, S. Indah
dhãraka, S. Tabah
dhãraóãa, S. Sabar
dhota, S. Putih
dibya , S. sakti, mulia
ghana, S. awan
                               komala, S. lemah lembut
úakti, S. Sakti
úiûþa, S. Utama
úuci, S. Suci
úüra, S berani
(2)   Kata-kata Majemuk Sansekerta
Contoh :
dewa putra, S. putra dewa
dewadüta, S. utusan dewa
jatu grha, S. rumah damar
kurapati, S. raja Korawa
kurukûetra,S. daerah (lapangan)Kuru
madanãri, S. musuh cinta ( Dewa Siwa )
pita, S. sopan santun
priyamitra, S. teman baik
puspawåûti, S. hujan bunga
sarpayajña,S. korban ular
suranadī, S. sungai dewata
surendra, S. raja dewa
ratnagåha, S. rumah permata
wanawasa, S. diam di hutan
warûakãla, S. musim hujan
Kata Majemuk Sansekerta memiliki struktur (M-D) artinya kata yang menerangkan mendahului kata yang diterangkan. Sebaliknya kata Majemuk Bahasa Kawi memiliki struktur (D-M) artinya kata yang diterangkan mendahului kata yang menerangkan.
Contoh :
anakhyang                      ' putra dewa'
 sembah Hyang           ' memuja Dewa'
               welas harep               'belas         kasihan'
               anakbi                       ‘orang perempuan’
               bapebu                      ‘ayah ibu (orang tua)
y

(3) Beberapa kata penghubung
     Contoh:
yadi,S. ' apabila, bilamana, jika, namun, juga, meskipun' yapuan, S 'tetapi kalau'
atha,S.    ' sesudah itu, maka, hatta: sesudah itu, kemudian selanjutnya'
api,S.     ' seperti, sama, kendatipun,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur Sansekerta dibaurkan dalam bahasa Kawi sedemikian rupa sehingga susunan dan sifatnya masih tetap mempertahankann identitas bahasa nusantara secara utuh.

Sabtu, 11 Desember 2010

(b) Pengaruh Non Formal

        Pengaruh non formal maksudnya asalah pengaruh bahasa sansekerta yang berkaitan dengan isi konseptual kata-kata pinjaman tersebut yang berkaitan dengan pengaruh kebudayaan yang lebih luas termasuk lingkungan hidup dan alam pikiran yang melahirkannya.
        Menurut Zoutmulder (1985:14-15) akulturasi merupakan faktor perubahan yang penting dalam setiap bahasa. Hal ini terjadi pula dalam bahasa Kawi. Masuknya agama dan budaya Hindu pada masyarakat Jawa dengan membawa serta konsep-konsep religius dan peristilahan khas dalam ajaran tersebut. Pada masa itu kitab-kitab Hindu yang berbahasa Sansekerta didisain dengan menggunakan Bahasa Kawi. Apabila terdapat kata-kata atau istilah-istilah yang tidak ada padanannya dalam Bahasa Kawi maka kata-kata sansekerta itu diterima secara utuh untuk kepentingan ide dan konsep yang tertuang di dalamnya. Istilah tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut dengan Bahasa Kawi.
        Penyerapan kosa kata sansekerta dalam Bahasa Kawi bukan semata-mata karena kata-kata tersebut merupakan kata-kata baru yang tidak ada dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi). Pemilihan kata sansekerta merupakan suatu ekspresi untuk menyusuaikan diri dengan kebudayaan baru. pada masa itu sastra Sansekerta dijunjung tinggi sebagai contoh untuk dipelajari dan ditiru. Memakai Bahasa Sansekerta pada masa itu juga dianggap sebagai suatu mode, untuk menunjukan bahwa seseorang tidak ketinggalan jaman serta melambangkan status sosial yang lebih tinggi. Pemilihan kata-kata Sansekerta untuk nama-nama pribadi telah muncul pada prasasti-prasasti abad 9. Kecendrungan untuk memilih nama yang kedengarannya modern yang berasal sari bahasa asing (Sansekerta dll) masih hidup dalam masyarakat sampai saat ini.
        Kata-kata pinjaman yang bersal dari Bahasa Sanssekerta sering mengalami pergeseran arti karena disesuaikan debgan keadaan alam dan budaya Jawa. Contoh: Hima (India) berarti : embun, cuaca penuh es, salju. Hima (Jawa) : kabut. Saratsamaya (India) : musim semi. Saratsamaya (Jawa) : sasih kapat (Oktober).
        Pemakaian kata-kata Sansekerta dalam bahasa kawi oleh para pengawi (pujangga) juga disebabkan oleh adanya tuntutan aturan-aturan metrum yang ketat dikenal dengan pola guru laghu dalam karya sastra Kakawin. Dalam hal ini perlu pengetahuan kosa kata yang luas, dan sinonim yang kaya terutama dalam peristilahan dan konsep-konsep religius yang khas.

1.3 Kedudukan Bahasa Kawi

  1. Bahasa Kawi merupakan salah satu bahasa Dokumenter yang tertuayang memiliki materi yang terkaya dan nilai yang tidak dapat diabaikan diantara bahas-bahasa Nusantara pada khususnya dan bahasa Austronesia pada umumnya.
  2. Sastra Kawi mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang indah dan luhur.

1.4 Fungsi Bahasa Kawi

  1. Bahasa Kawi merupakan Kunci untuk mengungkapkan perikehidupan kebudayaan bangsa indonesia.
  2. Bahasa dan sastra Kawi menjadi sumber pengetahuan dan kekayaan bagi masa depan perkembangan kebudayaan bangsa.
  3. Bahasa dan sastra kawi merupakan bahan studi bagi ilmu-linguistik, filologi dan kesusastraan.
  4. Pengetahuan Bahasa dan Sastra Jawa Kuna dapat menjadi faktor penunjang bagi :
  • penelitian sejarah bahasa-bahasa daerah dalam rangka usahanya masing-masing.
  • usaha pengembangan bahasa indonesia secara sadar dan aktif.
  • usaha pengembangan sastra indonesia dan sastra-sastra daerah.